Syura: Jalan Menuju Persatuan Umat (Renungan dari Surah Asy-Syura)

Surah Asy-Syura yang berarti “musyawarah” menempati posisi istimewa dalam Al-Qur’an, tidak hanya dalam urutannya yang berdekatan dengan Surah Fushshilat dan Az-Zukhruf, tetapi juga karena temanya yang sangat relevan untuk kehidupan sosial umat Islam: musyawarah sebagai fondasi persatuan.

Makna Nama dan Tematik Surah

Sesuai dengan maknanya, Surah Asy-Syura mengangkat tema besar tentang pentingnya musyawarah dalam kehidupan kolektif umat Islam. Penamaan ini bukan sekadar mengambil satu kata dari ayat, melainkan mencerminkan ruh utama surah, sebagaimana dijelaskan Imam As-Suyuthi bahwa nama surah senantiasa sejalan dengan temanya.

Seperti halnya Surah Al-Mu’min yang menggambarkan sosok mukmin sejati yang aktif membela kebenaran, Surah Asy-Syura juga memperlihatkan bahwa musyawarah bukan hanya proses, tetapi sistem yang Allah ridai untuk membentuk dan menjaga kesatuan umat.

Umat Nabi Muhammad: Lanjutan Umat Islam Terdahulu

Dalam ayat 13, Allah menegaskan bahwa umat Islam bukan hanya milik Nabi Muhammad ﷺ, melainkan kelanjutan dari umat para nabi sebelumnya, seperti Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Kesemua nabi itu mengajarkan satu prinsip utama:

“Tegakkan agama dan jangan berpecah belah di dalamnya.” (QS. Asy-Syura: 13)

Ini adalah panggilan abadi untuk bersatu di bawah panji agama yang satu, dan menjauhi perpecahan.

Musyawarah sebagai Solusi Perbedaan

Ketika umat berbeda pendapat, solusi yang Allah tunjukkan bukan dominasi atau ego sektoral, melainkan kembali kepada hukum Allah, Al-Qur’an, sunah Nabi, ijmak, dan musyawarah. Hal ini dinyatakan dalam ayat:

“Apa pun yang kalian perselisihkan, keputusannya kembali kepada Allah.” (QS. Asy-Syura: 10)

Bahaya Perpecahan dan Kedengkian

Allah memperingatkan bahwa perpecahan terjadi bukan karena perbedaan biasa, tapi karena baghyan baynahum — kedengkian di antara mereka. Ini adalah pelajaran berharga bahwa tanpa keikhlasan, bahkan ilmu pun bisa menjadi sumber konflik.

Kasih Sayang sebagai Imbalan Dakwah

Dalam ayat 23, Nabi Muhammad ﷺ tidak meminta imbalan atas dakwahnya, kecuali satu hal:

“Kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.”

Kalimat ini mengandung ajakan untuk menjadikan umat sebagai keluarga besar yang saling menyayangi, bukan berselisih karena fanatisme kelompok.

Syura Harus Sesuai dengan Syariat

Allah mengecam upaya manusia yang menciptakan aturan sendiri tanpa izin-Nya (ayat 21). Ini menjadi peringatan bahwa musyawarah tidak boleh melahirkan keputusan yang bertentangan dengan wahyu. Syura harus berakar pada nilai-nilai yang Allah tetapkan.

Al-Qur’an: Ruh Kehidupan Umat

Akhir surah ini menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah ruh — penghidup umat. Dengannya, Nabi ﷺ membimbing manusia ke jalan lurus, jalan Allah yang menguasai langit dan bumi. Semua urusan akan kembali kepada-Nya (ayat 52–53).

Referensi: Quran Mapping – Nur Fajri Romadhon

📎 Baca artikel lainnya: KLIK DISINI

Scroll to Top