Lafaz Istiadzah: Sunnah, Dalil, dan Ragam Pilihan

Dalam tradisi bacaan Al-Qur’an, umat Islam telah mengenal pembukaan dengan kalimat “A‘ūdzu Billāhi Minasy-Syaithānir Rajīm” — permohonan perlindungan dari godaan setan. Tapi, mengapa lafaz ini yang dipilih? Apakah ada bentuk lain yang juga sah? Artikel ini membahas tuntas permasalahan tersebut dari sisi riwayat qira’atdalil syar’i, dan pendapat para ulama ahli bacaan.

Lafaz Pilihan Utama: “A‘ūdzu Billāhi Minasy-Syaithānir Rajīm”

Mayoritas qāri’ (pembaca Al-Qur’an), berdasarkan riwayat qira’at yang sahih dari 10 qira’at mutawatir, memilih lafaz istiadzah ini sebagai lafaz utama. Imam Abū ‘Amr ad-Dānī dalam At-Taysīr menegaskan:

“Yang digunakan para pakar qira’at adalah lafaz ‘A‘ūdzu Billāhi Minasy-Syaithānir Rajīm, karena sesuai dengan Al-Qur’an dan sunah.”

Dalil Al-Qur’an yang dijadikan dasar adalah:

“Apabila engkau membaca Al-Qur’an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)

Dalam hadis, diriwayatkan Nabi ﷺ juga membaca lafaz ini sebelum memulai bacaan.

Adakah Lafaz Lain yang Dibenarkan?

Meski lafaz tadi menjadi yang paling populer dan disepakati dalam praktik, dalam catatan ilmu qira’at terdapat variasi lain yang sah. Contohnya:

  • A‘ūdzu Billāhi as-Samī‘ al-‘Alīm Minasy-Syaithānir Rajīm
  • A‘ūdzu Billāhi al-‘Azhīm Minasy-Syaithānir Rajīm
  • A‘ūdzu Billāhi Minasy-Syaithān, Inna Allāha Huwa as-Samī‘ al-‘Alīm

Lafaz-lafaz ini juga disebutkan oleh para imam qira’at dan ahli bacaan sebagai bentuk istiadzah yang masih dalam cakupan yang sah — selama berdasarkan riwayat.

Bagaimana dengan Pengurangan Lafaz?

Penggunaan lafaz pendek seperti:

“A‘ūdzu Billāhi Minasy-Syaithān”

juga memiliki riwayat. Misalnya disebutkan oleh Ibn al-Jazarī dalam An-Nasyr, dan dinukil dalam Sunan Abī Dāwud. Bahkan ulama seperti Al-Ḥalwānī menyatakan bahwa tidak ada batas tetap dalam lafaz istiadzah—boleh ditambah atau dikurangi sesuai riwayat.

Kenapa Tetap Disarankan Menggunakan Lafaz Lengkap?

Meskipun bentuk istiadzah bersifat fleksibel, lafaz “A‘ūdzu Billāhi Minasy-Syaithānir Rajīm” tetap yang paling utama karena:

  1. Cocok dengan lafaz ayat dalam QS. An-Nahl: 98
  2. Paling banyak disebut dalam riwayat bacaan Nabi ﷺ
  3. Digunakan secara luas oleh para ulama qira’at mutaqaddimīn

Sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Mārganī:

“Meskipun perintah ‘fa ista‘idh’ dalam Al-Qur’an bersifat umum, penggunaan lafaz ‘a‘ūdzu’ di banyak tempat dalam Al-Qur’an dan hadis menjadikan lafaz ini lebih utama.”

Referensi: Hidāyatul Qārī ilā Tajwīd Kalām al-Bārī – Syaikh Abdul Fattāh al-Murṣafī

📎 Baca artikel lainnya: KLIK DISINI

Scroll to Top