Imam Ibnu Amir al-Syami: Tabi’in Senior dengan Sanad Qira’at Tertinggi dari Tanah Syam

Di antara tujuh Imam Qira’at, nama Abdullah bin Amir al-Yahshabi atau lebih dikenal sebagai Imam Ibnu Amir al-Syami, menempati posisi yang sangat istimewa. Beliau bukan hanya seorang ahli qira’at, melainkan juga seorang Tabi’in senior yang mewarisi sanad keilmuan Al-Qur’an yang sangat tinggi, berpusat di Damaskus, jantung negeri Syam yang penuh berkah.

Lahir dari Rahim Tanah Penuh Berkah

Syam, sebuah kawasan yang secara geografis kini mencakup Suriah, Palestina, Lebanon, dan Yordania, telah lama dikenal sebagai tanah kebaikan. Di sanalah kiblat pertama umat Islam, Masjid al-Aqsa, berdiri. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, para sahabat mulia seperti Mu’adz bin Jabal, ‘Ubadah bin al-Shamit, dan Abu al-Darda’ diutus untuk menyebarkan ajaran Al-Qur’an di sana.

Di antara ketiganya, halaqah (lingkaran ilmu) Abu al-Darda’ di Masjid Damaskus menjadi yang terbesar dan paling berpengaruh. Dari halaqah inilah lahir seorang penerus yang kelak menjadi rujukan utama qira’at di seluruh Syam: Imam Ibnu Amir.

Biografi dan Nasab yang Mulia

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir bin Yazid al-Yahshabi, dengan kuniyah (panggilan) yang masyhur Abu Imran. Lahir pada tahun 21 H, beliau memiliki keistimewaan yang langka: nasabnya murni keturunan Arab, tidak tercampur dengan ‘ajami (non-Arab). Dalam Qira’at Sab’ah, hanya beliau dan Imam Abu Amr bin al-Ala’ yang memiliki nasab murni ini.

Perjalanan Intelektual dan Sanad Emas

Kedudukan Imam Ibnu Amir sebagai Tabi’in senior memberinya keunggulan sanad yang luar biasa tinggi. Beliau menimba ilmu Al-Qur’an langsung dari para Sahabat Nabi ﷺ. Di antara guru-guru utamanya adalah:

  • Abu al-Darda’ Uwaimir bin Zaid
  • Al-Mughirah bin Abdullah al-Makhzumi (murid dari Sayyidina Utsman bin Affan)
  • Beliau juga belajar dari sahabat lain seperti Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Fudhalah bin Ubaid, dan Watsilah bin al-Asqa’.

Beberapa riwayat bahkan menyebutkan beliau belajar langsung kepada Utsman bin Affan. Dengan transmisi sanad yang hanya berjarak satu atau dua generasi dari Nabi Muhammad ﷺ, sanad beliau dianggap sebagai yang tertinggi di antara para Imam Qira’at Sab’ah.

Kedudukan dan Pengaruh di Damaskus

Pengaruh Imam Ibnu Amir di Damaskus, yang saat itu menjadi pusat pemerintahan Islam, tidak tertandingi. Beliau memegang tiga jabatan krusial secara bersamaan:

  1. Imam Tetap kaum muslimin di Masjid Umawiyah, bahkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz pun bermakmum di belakangnya.
  2. Qadhi (Hakim) resmi negara.
  3. Maha Guru Al-Qur’an (Masyikhah Iqra’), menjadi rujukan utama setelah wafatnya Abu Darda’.

Seluruh ulama dan Tabi’in di Syam pada masanya sepakat menerima dan mempelajari qira’at beliau, yang menunjukkan bahwa riwayat bacaannya adalah mutawatir dan dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

Pujian Para Ulama dan Para Perawinya

Imam al-Ahwazi memujinya sebagai seorang imam yang ‘alim, tsiqah (terpercaya), mutqin (lancar hafalannya), dan lurus. Imam Yahya bin al-Harits menggambarkannya sebagai ulama yang teguh memegang sunnah dan gigih memberantas bid’ah.

Ilmu beliau diwariskan melalui dua perawi utamanya, yaitu Hisyam bin Ammar dan Abdullah bin Dzakwan (Ibnu Dzakwan). Uniknya, keduanya tidak menerima qira’at langsung dari Imam Ibnu Amir, melainkan melalui perantara murid-murid senior beliau.

Setelah mengabdikan hidupnya untuk Al-Qur’an, Imam Ibnu Amir wafat di Damaskus pada bulan Asyura’ tahun 128 H dalam usia 97 tahun.

Referensi: Mengarungi Samudra Kemuliaan 10 Imam Qira’at  – Moh. Fathurrozi, Lc, M.Th,I & Rif’iyatul Fahimah, Lc, M. Th,I

Scroll to Top