Mengupas Tuntas Hukum Ha’ Kinayah (Ha’ Dhamir)

Pernahkah Anda memperhatikan huruf waw kecil (ۥ) atau ya’ kecil (ۦ) setelah huruf ha’ (ه) dalam mushaf Al-Qur’an? Tanda ini bukanlah hiasan, melainkan petunjuk untuk salah satu kaidah tajwid penting yang disebut Ha’ al-Kinayahatau Ha’ ad-Dhamir. Menguasai hukum ini akan membuat bacaan kita lebih fasih dan sesuai dengan riwayat.

Apa Itu Ha’ Kinayah?

Secara sederhana, Ha’ Kinayah adalah huruf ha’ (ه) tambahan yang berfungsi sebagai kata ganti untuk “dia/nya” (tunggal, laki-laki, dan tidak hadir).

Karakteristik utamanya adalah:

  • Tambahan: Ia bukan bagian asli dari kata. Ini membedakannya dari ha’ asli seperti pada kata (تَفْقَهُ) atau (وَجْهُ).
  • Spesifik: Hanya merujuk pada “dia” laki-laki tunggal. Ini membedakannya dari ha’ pada (عَلَيْهَا) (dia perempuan), (عَلَيْهِمَا) (mereka berdua), atau (عَلَيْهِمْ) (mereka laki-laki).

Hukum asal harakatnya adalah dhammah (contoh: لَهُۥ), kecuali jika didahului oleh harakat kasrah atau ya’ sukun, maka harakatnya menjadi kasrah (contoh: بِهِۦ, عَلَيْهِ).

Empat Keadaan Ha’ Kinayah dan Hukumnya

Hukum bacaan Ha’ Kinayah bergantung pada huruf sebelum dan sesudahnya. Ada empat kondisi yang perlu diketahui:

1. Diapit Dua Huruf Berharakat (Hidup – ه – Hidup) Ini adalah kondisi utama di mana terjadi shilah (صلة), yaitu menyambung bacaan Ha’ dengan mad 2 harakat.

  • Jika Ha’ berharakat dhammah, ia disambung dengan waw mad (dibaca huu). Contoh: (إِنَّهُۥ كَانَ).
  • Jika Ha’ berharakat kasrah, ia disambung dengan ya’ mad (dibaca hii). Contoh: (بِهِۦ بَصِيرًا).
    • Pengecualian (Riwayat Hafs): Ada 3 kata dalam Al-Qur’an yang memenuhi syarat ini tetapi dibaca tanpa shilah (sukun atau pendek):
      • (أَرْجِهْ) di Surah Al-A’raf: 111 & Asy-Syu’ara: 36.
      • (فَأَلْقِهْ) di Surah An-Naml: 28.
      • (يَرْضَهُ لَكُمْ) di Surah Az-Zumar: 7 (dibaca dhammah pendek tanpa mad).

2. Diapit Dua Huruf Sukun (Mati – ه – Mati) Jika Ha’ Kinayah berada di antara dua huruf sukun, maka ia dibaca pendek tanpa shilah sama sekali.

  • Contoh: (فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ) dibaca fiihil-qur’aanu.

3. Didahului Huruf Berharakat, Diikuti Huruf Sukun (Hidup – ه – Mati) Sama seperti kondisi kedua, hukumnya adalah dibaca pendek tanpa shilah. Tujuannya adalah untuk menghindari pertemuan dua sukun (ilqa’ as-sakinin) saat bacaan disambung.

  • Contoh: (بِيَدِهِ ٱلْمُلْكُ) dibaca biyadihil-mulku.

4. Didahului Huruf Sukun, Diikuti Huruf Berharakat (Mati – ه – Hidup) Menurut kaidah riwayat Hafs, kondisi ini juga dibaca pendek tanpa shilah.

  • Contoh: (فِيهِ هُدًى) dibaca fiihi hudan.
    • Satu-satunya Pengecualian: Ada satu tempat dalam Al-Qur’an di mana kaidah ini dilanggar, yaitu di Surah Al-Furqan ayat 69:
      • (وَيَخْلُدْ فِيهِۦ مُهَانًا) dibaca dengan shilah 2 harakat (fiihii muhaanan). Para ulama menyebutkan bahwa ini adalah untuk menekankan betapa hinanya kondisi orang kafir yang kekal dalam azab.

Dengan memahami empat kondisi ini beserta pengecualiannya, kita dapat membaca Ha’ Kinayah dengan lebih presisi dan indah.

Referensi: Ghayatul Murid fi ‘Ilmi at-Tajwid – Syaikh ‘Athiyyah Qabil Nashr

Scroll to Top