Surah Al-Ahqaf: Peringatan Keras Agar Tidak ‘Melenceng’ dari Jalan Kebenaran

Surah Al-Ahqaf, yang terdiri dari 35 ayat, memegang posisi istimewa sebagai penutup dari rangkaian tujuh surah Dzawatu Ha-Mim—surah-surah yang diawali dengan Ha-Mim. Rangkaian ini sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk dipelajari, menunjukkan bobot dan keutamaannya. Diturunkan setelah Surah Al-Jatsiyah, Al-Ahqaf membawa tema besar yang menjadi kulminasi dari surah-surah sebelumnya: larangan untuk melenceng atau berbelok dari seruan kebenaran yang telah terbentang lurus.

Makna Ganda di Balik Nama “Al-Ahqaf”

Nama Al-Ahqaf, yang berarti “bukit-bukit pasir”, diambil dari ayat 21 yang mengisahkan tentang kaum ‘Ad:

$$وَاذْكُرْ أَخَا عَادٍ إِذْ أَنذَرَ قَوْمَهُ بِالْأَحْقَافِ …$$

“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad, yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaf…”

Al-Ahqaf adalah wilayah bukit pasir yang luas di tenggara Jazirah Arab, tempat tinggal kaum ‘Ad di masa lalu. Namun, hubungan nama ini dengan tema surah jauh lebih dalam. Menurut pakar bahasa Arab Ibnu Faris, akar kata ha-qa-fa(حقف) juga mengandung makna “kemelencengan atau kebengkokan sesuatu”. Bukit pasir yang melengkung disebut Ahqaf.

Seolah-olah Allah ﷻ ingin menyampaikan pesan berlapis: Jangan meniru kaum ‘Ad yang tinggal di Al-Ahqaf dan melenceng dari kebenaran, dan jangan biarkan hatimu bengkok seperti bukit pasir setelah jalan yang lurus dijelaskan kepadamu.

Dua Respon Terhadap Kebenaran: Melenceng vs. Menyambut

Surah ini dengan tajam membandingkan dua sikap kontras dalam merespon seruan kebenaran.

1. Contoh Kaum yang Melenceng:

  • Kaum ‘Ad: Mereka adalah contoh utama. Meskipun Nabi Hud telah datang dengan bukti yang nyata, mereka memilih untuk menyimpang dan akhirnya dibinasakan.
  • Anak Durhaka: Surah ini menggambarkan potret anak yang durhaka kepada orang tuanya yang saleh. Ketika diajak beriman pada hari kebangkitan, ia justru mencemooh dengan berkata:$$… أُفٍّ لَّكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِن قَبْلِي … فَيَقُولُ مَا هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ$$”…’Ah,’ bagi kamu berdua! Apakah kamu memperingatkanku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal telah berlalu umat-umat sebelumku?’… Lalu dia berkata, ‘Ini hanyalah dongeng orang-orang dahulu!'” (QS. Al-Ahqaf: 17)Sikap ini adalah representasi dari kesombongan yang memilih jalan bengkok daripada tunduk pada nasihat.

2. Contoh Sosok yang Menyambut Kebenaran:

  • Abdullah bin Salam: Allah menyinggung seorang saksi dari Bani Israil yang beriman, yang menurut para mufassir adalah Abdullah bin Salam. Beliau adalah ulama terbesar Bani Israil pada masanya yang, karena ilmunya, justru tunduk pada kebenaran Al-Qur’an, kontras dengan kaum musyrikin Makkah yang bodoh namun sombong.
  • Sekelompok Jin: Di akhir surah, Allah mengisahkan cerita menakjubkan tentang sekelompok jin yang tidak sengaja mendengar bacaan Al-Qur’an Nabi. Mereka langsung terdiam, menyimak, dan setelah selesai, mereka tidak menunda-nunda:”…mereka kembali kepada kaumnya sebagai pemberi peringatan. Mereka berkata, ‘Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan setelah Musa… yang menunjukkan pada kebenaran dan ke jalan yang lurus. Wahai kaum kami, penuhilah seruan (Nabi Muhammad)…'” (QS. Al-Ahqaf: 29-31)Para jin ini, dengan kerendahan hati dan ilmu yang mereka miliki dari kitab sebelumnya, langsung mengambil jalan lurus tanpa ragu.

Penutup Epik: Perintah Bersabar Seperti Ulul ‘Azmi

Sebagai penutup rangkaian Ha-Mim, surah ini diakhiri dengan perintah agung kepada Nabi Muhammad ﷺ dan umatnya:

$$فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ …$$

“Maka, bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) sebagaimana para rasul yang memiliki keteguhan hati (ulul ‘azmi) telah bersabar…” (QS. Al-Ahqaf: 35)

Perintah ini menegaskan bahwa istiqamah di jalan yang lurus dan tidak melenceng membutuhkan kesabaran tingkat tinggi, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para rasul terbaik.

Referensi: Quran Mapping – Nur Fajri Romadhon

Scroll to Top