
Abu Bakar Ash-Shiddiq: Sahabat yang Menangis Saat Membaca Al-Qur’an
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah sosok sahabat Rasulullah ﷺ yang dikenal dengan kelembutan hati dan keteguhannya dalam agama. Dia adalah laki-laki dewasa pertama yang beriman kepada Rasulullah ﷺ dan satu-satunya sahabat yang menemani beliau dalam perjalanan hijrah menuju gua Tsur. Keutamaannya diakui oleh Rasulullah ﷺ, para sahabat, dan generasi setelahnya.
Salah satu sifat yang paling mencolok dari Abu Bakar adalah kepekaan dan kelembutannya, terutama ketika membaca atau mendengar bacaan Al-Qur’an. Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa Abu Bakar tidak mampu menahan air matanya saat membaca ayat-ayat Allah.
Tangisan Abu Bakar Saat Membaca Al-Qur’an
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, ketika Rasulullah ﷺ jatuh sakit, beliau bersabda:
“Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami shalat.”
Namun, Aisyah radhiyallahu ‘anha, putri Abu Bakar, berkata:
“Sesungguhnya Abu Bakar adalah seseorang yang sangat sensitif. Jika membaca Al-Qur’an, dia tidak akan kuasa menahan tangisannya.”
Meskipun Aisyah berusaha membujuk Rasulullah ﷺ agar menunjuk orang lain, beliau tetap bersabda:
“Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami shalat! Kalian ini seperti saudara-saudaranya Yusuf saja!”
Kelembutan hati Abu Bakar tidak hanya terlihat dalam shalat, tetapi juga saat ia membaca Al-Qur’an sendiri. Dalam riwayat lain yang dibawakan oleh Imam Al-Bukhari, disebutkan bahwa Abu Bakar pernah berniat berhijrah ke Habasyah karena tekanan dari kaum Quraisy. Namun, seorang kepala suku Quraisy, Ibnu Daghinah, memberinya perlindungan dan memintanya untuk tetap tinggal di Mekah.
Ibnu Daghinah kemudian berkata kepada Quraisy:
“Orang seperti Abu Bakar tidak layak diusir. Ia adalah orang yang selalu menyambung silaturahim, membantu yang lemah, dan menolong kebenaran.”
Namun, Quraisy memberi syarat bahwa Abu Bakar tidak boleh membaca Al-Qur’an secara terbuka karena mereka khawatir kaum wanita dan anak-anak akan terpengaruh oleh bacaan dan tangisannya.
Namun, Abu Bakar tidak bisa menahan keinginannya untuk membaca Al-Qur’an. Ia membangun sebuah tempat shalat kecil di halaman rumahnya, lalu membaca Al-Qur’an dengan penuh kekhusyukan dan air mata. Bacaan dan tangisannya yang menyayat hati membuat para wanita dan anak-anak Quraisy berkumpul untuk mendengarkannya. Hal ini membuat para pemuka Quraisy marah, karena mereka takut masyarakat akan terpengaruh oleh keindahan Al-Qur’an yang dibaca Abu Bakar.
Abu Bakar dan Air Matanya di Masa Kekhilafahan
Setelah menjadi khalifah, kelembutan hati Abu Bakar tetap sama. Saat para penduduk Yaman datang dan menangis karena mendengar bacaan Al-Qur’an, Abu Bakar berkata:
“Dulu kita pun seperti itu, lalu hati kita menjadi keras.”
Abu Bakar memahami bahwa Al-Qur’an memiliki kekuatan yang dapat menggetarkan hati manusia, dan ia selalu takut jika hatinya tidak lagi peka terhadap firman Allah.
Kisah Abu Bakar ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa membaca Al-Qur’an seharusnya bukan hanya sekadar melafalkan, tetapi juga menghadirkan hati dan perasaan di dalamnya. Jika seorang sahabat utama Rasulullah ﷺ saja menangis karena Al-Qur’an, bagaimana dengan kita?
Semoga Allah melembutkan hati kita dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang tergetar hatinya saat mendengar firman-Nya.
Referensi: Air Mata Pembaca Al-Quran – Muhammad Syauman Ar-Ramli




