
Pencetakan Al-Qur’an mengalami sejarah panjang dengan berbagai tantangan, baik dari segi teknologi, standar teks, hingga penerimaan umat Islam. Dua cetakan yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan mushaf cetakadalah:
📌 Cetakan Leipzig (Jerman) – 1834
📌 Cetakan Mesir – 1924
Masing-masing cetakan ini memiliki kontribusi penting dan kontroversi tersendiri. Cetakan Leipzig menjadi fondasi penelitian orientalis Barat, sementara Cetakan Mesir menjadi standar resmi bacaan Al-Qur’an hingga saat ini.
📜 Al-Qur’an Cetakan Leipzig (1834)
Pada tahun 1834, Gustav Flügel, seorang orientalis Jerman, mencetak Al-Qur’an di Leipzig dengan judul “Corani Textus Arabicus”.
📌 Keunikan Cetakan Leipzig:
✅ Disertai dengan concordance (pedoman penggunaan) yang dikenal sebagai “Flügel edition”.
✅ Menjadi dasar bagi penelitian Al-Qur’an modern di dunia Barat.
✅ Menjadi basis terjemahan Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa Eropa.
✅ Dicetak ulang berkali-kali pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881, dan 1893.
✅ Menyebar luas hingga Dunia Islam, bahkan setelah Perang Dunia I.
📌 Masalah pada Cetakan Leipzig:
❌ Penomoran surah tidak sesuai dengan standar umat Islam.
❌ Banyak kesalahan dalam teks dan penerjemahannya.
❌ Digunakan oleh orientalis Barat untuk mengkaji Islam dengan sudut pandang non-Muslim.
📖 Kesimpulan:
Meskipun memiliki kontribusi dalam kajian akademik, cetakan Leipzig tidak digunakan oleh umat Islam sebagai mushaf standar karena kesalahan sistem penomoran dan pengaruh orientalis yang cenderung subjektif.
📜 Al-Qur’an Cetakan Mesir (1924): Standarisasi Bacaan Hafsh
Mesir memiliki sejarah panjang dalam pencetakan Al-Qur’an. Sejak tahun 1822, percetakan di Bulaq, Kairo telah beroperasi, tetapi cetakan Al-Qur’an saat itu masih menghadapi banyak kontroversi dan hambatan teknis.
📌 Tantangan Awal Pencetakan Al-Qur’an di Mesir:
❌ Para ulama menolak pencetakan Al-Qur’an karena dianggap bid’ah (inovasi baru).
❌ Isu bahan cetakan: Beberapa ulama mengklaim bahwa alat cetak terbuat dari kulit anjing, yang najis dalam Islam.
❌ Kurangnya standar dalam teks Al-Qur’an: Bacaan yang berbeda membuat cetakan kurang seragam.
Namun, pencetakan modern Al-Qur’an akhirnya disahkan oleh ulama Mufti Mesir, Syeikh al-Tamimi setelah mendapat izin dari Muhammad Ali Pasha.
📜 Cetakan Mesir 1924: Awal Standarisasi Mushaf
Pada 10 Juli 1924, Mesir mencetak Al-Qur’an standar yang pertama di Kairo. Cetakan ini dikenal sebagai “Edisi Mesir” dan menjadi versi resmi yang diadopsi di berbagai negara Muslim.
📌 Fakta Penting tentang Cetakan Mesir 1924:
✅ Menggunakan Rasm Utsmani yang diambil dari riwayat Hafsh dari ‘Ashim.
✅ Disusun oleh panitia khusus yang diketuai oleh Syeikh Muhammad Ali Husain, pakar qira’at Mesir.
✅ Mendapat dukungan penuh dari pemerintah Mesir untuk digunakan dalam pendidikan Islam.
✅ Menjadi standar Al-Qur’an yang digunakan di seluruh dunia hingga saat ini.
📖 Kenapa Cetakan Mesir Menjadi Standar Global?
1️⃣ Memudahkan pembelajaran Al-Qur’an di sekolah dan madrasah.
2️⃣ Standarisasi teks dan qira’at mencegah perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an.
3️⃣ Didukung oleh pemerintah Mesir dan Arab Saudi, sehingga dicetak dalam jumlah besar dan disebarkan ke seluruh dunia.
📜 Perbandingan Leipzig vs. Mesir: Siapa yang Lebih Berpengaruh?
Aspek | Cetakan Leipzig (1834) | Cetakan Mesir (1924) |
---|---|---|
Tujuan Pencetakan | Kajian akademik orientalis Barat | Standarisasi Al-Qur’an bagi umat Islam |
Bahasa | Arab dengan catatan akademik | Arab dengan bacaan Hafsh dari ‘Ashim |
Kesalahan dalam Penomoran Surah | Ada kesalahan besar | Mengikuti Rasm Utsmani yang benar |
Penerimaan Umat Islam | Tidak diakui | Digunakan sebagai standar resmi |
Dampak Global | Basis penelitian Barat | Dijadikan standar bacaan di seluruh dunia |
Didukung Oleh | Akademisi Eropa | Pemerintah Mesir dan Arab Saudi |
📖 Kesimpulan:
✅ Cetakan Leipzig penting dalam kajian akademik, tetapi tidak menjadi standar umat Islam.
✅ Cetakan Mesir menjadi mushaf standar yang digunakan hingga hari ini di seluruh dunia.
📜 Standarisasi Final: Arab Saudi dan Edisi Mesir
Cetakan Mesir menjadi semakin dominan ketika Kerajaan Arab Saudi mengadopsinya dan mencetaknya dalam jumlah besar sejak tahun 1970-an.
📌 Dampak Standarisasi oleh Arab Saudi:
✅ Mushaf Hafsh dari ‘Ashim menjadi versi yang paling banyak digunakan.
✅ Ratusan juta eksemplar dicetak dan disebarkan ke berbagai negara.
✅ Mengalahkan mushaf dengan bacaan lain, seperti Warsy dari Nafi’ (Madinah) dan Duri dari Abu ‘Amr (Basrah).
💡 Hasilnya:
🌍 Mushaf yang kita baca hari ini adalah hasil dari standarisasi besar yang dilakukan di Mesir pada tahun 1924, lalu diperkuat oleh Arab Saudi.
📜 Penutup
💡 Pelajaran dari sejarah cetakan Al-Qur’an:
✅ Cetakan Al-Qur’an telah mengalami perjalanan panjang dengan berbagai tantangan.
✅ Leipzig berperan dalam kajian akademik, tetapi memiliki banyak kesalahan.
✅ Mesir sukses mencetak mushaf standar yang kini digunakan di seluruh dunia.
✅ Arab Saudi memperkuat penyebaran mushaf Mesir dengan cetakan massal.
📖 Kesimpulan akhir:
💖 Al-Qur’an yang kita baca hari ini adalah hasil dari proses panjang untuk menjaga kemurniannya. Semoga kita termasuk dalam golongan yang menjaga dan mengamalkan isi Al-Qur’an! Aamiin.
Referensi: Sejarah Pencetakan Al-Qur’an – Hamam Faizin, MA.