Waqaf pada Kallâ dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an, kata kallâ terulang sebanyak 33 kali dan hanya ditemukan pada bagian pertengahan kedua dari Al-Qur’an, dimulai dari surah Maryam/19:79. Para ulama telah banyak membahas makna kallâ serta hukum waqaf dan ibtidâ’ (memulai bacaan) pada kata ini dalam berbagai karya mereka. Terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai makna kallâ serta boleh tidaknya berhenti (waqaf) pada kata ini.

Secara garis besar, kallâ digunakan dalam empat makna:

  1. Kallâ berfungsi sebagai huruf yang menunjukkan penolakan dan pencegahan (al-rad’ wa al-zajr), sehingga diperbolehkan berhenti pada kallâ.
  2. Kallâ berarti haqqan (pasti atau benar), sehingga tidak boleh berhenti pada kallâ, tetapi boleh memulai bacaan setelahnya karena bagian selanjutnya merupakan penyempurna kalimat.
  3. Kallâ berfungsi sebagai kata pembuka (istiftahiyyah), yang berfungsi untuk menarik perhatian (tanbih).
  4. Kallâ berfungsi sebagai jawaban yang bermakna “ya” atau “benar” (na’am).

Terkait hukum waqaf pada kallâ, ulama terbagi dalam beberapa pendapat:

  1. Ada yang memperbolehkan waqaf pada semua kallâ tanpa terkecuali.
  2. Ada yang melarang berhenti pada kallâ di semua tempat.
  3. Ada yang membedakan hukum waqaf berdasarkan makna kallâ dalam konteks ayat.

Salah satu ulama yang memberikan rincian terkait hukum waqaf pada kallâ adalah Makki bin Abi Thâlib (w. 437 H/1046 M), yang diikuti oleh Ibn al-Jazari (w. 833 H/1429 M). Mereka mengelompokkan kallâ menjadi empat kategori:

  1. Boleh waqaf pada kallâ dan boleh waqaf pada kalimat sebelumnya, terdapat pada 11 tempat:

    • QS. Maryam/19: 79, 82
    • QS. Al-Mu’minun/23: 100
    • QS. Saba’/34: 27
    • QS. Al-Ma’arij/70: 15, 39
    • QS. Al-Muddatstsir/74: 16, 53
    • QS. Al-Muthaffifin/83: 14
    • QS. Al-Fajr/89: 17
    • QS. Al-Humazah/104: 4

  2. Boleh waqaf pada kallâ, tetapi tidak boleh ibtidâ’ dari kallâ, terdapat pada 2 tempat:

    • QS. Asy-Syu’ara’/26: 15, 62

  3. Tidak boleh waqaf pada kallâ, tetapi boleh ibtidâ’ dari kallâ, terdapat pada 18 tempat:

    • QS. Al-Muddatstsir/74: 32, 54
    • QS. Al-Qiyamah/75: 11, 20, 26
    • QS. An-Naba’/78: 4
    • QS. ‘Abasa/80: 11, 23
    • QS. Al-Infithar/82: 9
    • QS. Al-Muthaffifin/83: 7, 15, 18
    • QS. Al-Fajr/89: 21
    • QS. Al-‘Alaq/96: 6, 15, 19
    • QS. At-Takatsur/102: 3, 5

  4. Tidak boleh waqaf pada kallâ dan tidak boleh ibtidâ’ dari kallâ, terdapat pada 2 tempat:

    • QS. An-Naba’/78: 5
    • QS. At-Takatsur/102: 4

Namun, dalam mushaf-mushaf Al-Qur’an cetak, penandaan waqaf pada kallâ sangat beragam. Sebagian mushaf, seperti Mushaf Iran tahun 2013, menandai waqaf pada semua kallâ, sementara yang lain hanya menandai waqaf pada sebagian kallâ. Oleh karena itu, pembaca Al-Qur’an perlu memahami variasi ini agar dapat membaca dengan lebih tepat sesuai dengan ilmu waqaf dan ibtidâ’.

Referensi: Menyoal Tanda Waqaf – Dr. H. Fahrur Rozi, MA.

Scroll to Top