Wajibnya Memuliakan Al-Qur’an

Di antara kewajiban besar setiap muslim adalah memuliakan Al-Qur’an—baik secara lafaz, makna, maupun hukum-hukum yang dikandungnya. Kesepakatan ulama dalam hal ini mutlak dan tidak membuka ruang toleransi terhadap penyimpangan.

Qadhi Iyadh rahimahullah, dalam kitabnya Ash-Shifa, menyatakan tegas:

“Barang siapa yang sengaja mengurangi satu ayat atau satu huruf dari Al-Qur’an, atau mendustakan kabar dan hukum yang terkandung di dalamnya, maka ia kafir dengan kesepakatan kaum muslimin.”

Pernyataan ini diperkuat oleh beberapa ulama lain:

  • Abu Utsman bin Haddad“Orang yang mengingkari satu huruf dari Al-Qur’an adalah kafir.”
  • Fuqaha Baghdad bahkan pernah memaksa tokoh besar Ibnu Syanabudz untuk bertaubat secara resmi karena mengajarkan qira’at gharib yang menyelisihi ijmak.

Kasus serupa terjadi pada seseorang yang mengeluarkan ucapan hina terhadap guru ngaji dan ajarannya. Meskipun dia beralasan maksudnya hanya ucapan kasar, para ulama tetap memandangnya layak dihukum keras sebagai pelajaran agar tidak sembarangan dalam bersikap terhadap Al-Qur’an.

Menghina Al-Qur’an, meremehkannya, atau memelintir isinya adalah kekufuran nyata. Siapa yang melakukannya, keluar dari Islam. Karena Al-Qur’an bukan sekadar buku suci, ia adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, dijaga, disampaikan, dan disepakati keasliannya secara mutawatir oleh seluruh umat Islam sejak zaman sahabat.

Maka kewajiban setiap muslim adalah:

  1. Menjaga lafaz dan adab terhadap Al-Qur’an.
  2. Tidak membaca atau menyebarkan bacaan yang menyelisihi qira’at mutawatir.
  3. Tidak berkata atau berbuat yang mencela Al-Qur’an, secara langsung atau terselubung.

Jika umat Islam ingin mulia, maka Al-Qur’an harus dimuliakan terlebih dahulu. Sebaliknya, kehinaan umat dimulai dari saat mereka meremehkan kitab sucinya.

referensi: At Tibyan Fi Adab Hamalatil Quran – Imam An Nawawi

Scroll to Top