Serial Biografi Para Imam Ahli Qiraat
š IMAM QALUN DAN JALUR ILMU QIRA’ATNYA
Guru yang berkualitas akan melahirkan generasi yang berkualitas pula. Barang kali ungkapan ini benar dan tepat disematkan kepada Imam Nafiā dan muridnya Imam Qalun. Kedua muqriā kelahiran Madinah ini merupakan muqriā kenamaan yang amat terkenal atas kualitas keilmuannya.
Imam Nafiā sebagaimana telah disinggung pada edisi yang lalu merupakan muqriā kenamaan yang memiliki keluasan ilmu dan budi pekerti yang halus. Tidak sedikit para ulama, baik yang semasa maupun yang setelahnya, mengapresiasinya atas keluasan ilmunya dalam bidang ilmu qiraāat dan bahasa Arab.
Dalam bidang ilmu qiraāat, ada dua perawi termasyhur yang meriwayatkan bacaan Imam Nafiā hingga sampai kepada kita, yaitu Imam Warsy dan Imam Qalun. Jika Imam Warsy adalah perawi yang dari luar Madinah, yakni dari Mesir, maka Imam Qalun adalah perawi dari dalam Madinah.
Selain sebagai perawi, Imam Qalun sekaligus sebagai anak tiri dari Imam Nafiā. Dari Imam Nafiā, ia mendapatkan pendidikan yang baik, bernafaskan qurāani sehingga ia menjadi seorang qariā yang mutqin dan baik bacaannya.
Nama lengkapnya adalah Isa bin Mina bin Wardan bin Isa bin Abdussamad bin Umar bin Abdullah Al-Zuraqi. Ia lebih dikenal dengan panggilan āQalunā, yang berarti baik atau bagus dalam bahasa Romawi. Panggilan āQalunā ini merupakan apresiasi seorang guru, Imam Nafiā kepada Imam Qalun atas prestasi dan keindahan bacaannya.
Ia dilahirkan pada tahun 120 H pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik.
Perjalanan Intelektual
Pada tahun 150 H masa kekhalifahan Al-Mansur, ia belajar Al-Qurāan dan qiraāatnya kepada Imam Nafiā. Ia mulazamah (selalu bersama) Imam Nafiā selama puluhan tahun, bahkan tak terhitung berapa kali ia menghatamkan bacaan Al-Qurāan dan qiraāatnya kepada Imam Nafiā.
Ketika ditanyakan kepadanya berapa kali membaca Al-Qurāan kepada gurunya, ia menjawab, āTak terhitung jumlahnya, bahkan setelah rampung pun saya masih mulazamah dengannya selama dua puluh tahun, hingga Imam Nafiā berkata kepadaku. Sungguh banyak kamu membaca dan menghatamkan Al-Qurāan kepadaku, duduklah di tiang pojok itu sehingga saya kirim santri untuk mengaji kepadamu.ā
Bacaan yang dipelajari Imam Qalun dari Imam Nafiā tidak lain merupakan bacaan yang diriwayatkan dari Imam Jaāfar Al-Qaāqaā disertai bacaan atas pilihannya sendiri, yaitu penggabungan antara bacaan Imam Abi Jaāfar dan bacaan Imam Nafiā.
Sebagaimana dijelaskan pada edisi yang lalu bahwa Imam Nafiā memiliki banyak guru, salah satunya adalah Imam Abi Jaāfar Al-Qaāqaā, Al-Aāraj, Syaibah bin Nashshah, Muslim bin Jundub dan Az-Zuhri. Dari beberapa guru ini, Imam Nafiā melakukan seleksi bacaan, yaitu mengambil bacaan yang sama di antara guru-gurunya, dan meninggalkan bacaan yang berbeda.
Hasil dari penyeleksian inilah kemudian dijadikan kaidah tersendiri oleh Imam Nafiā, yang kemudian dikenal luas oleh para generasi berikutnya sebagai qiraāah Imam Nafiā. Selain belajar kepada Imam Nafiā, ia juga belajar kepada Imam Isa bin Wardan; salah satu perawi Imam Jaāfar Al-Qaāqaā.
Dalam bidang hadits, selain meriwayatkan dari Imam Nafiā, ia juga meriwayatkan dari Muhammad bin Jaāfar bin Abi Katsir, dan Abdurrahman bin Abi Ziyad.
Ia termasuk hamba Allah yang diberikan panjang umur sehingga dapat mengajarkan dan melestarikan bacaan Imam Nafiāāsebagai perawinyaāsehingga menjadi masyhur keindahan suaranya.
Keistimewaan Imam Qalun
Setiap hamba Allah yang tulus, Allah akan memberikan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh hamba-Nya yang lain. Diriwayatkan bahwa Imam Qalun memiliki pendengaran yang tidak baik, sampai-sampai tidak bisa mendengar bunyi petir. Namun di balik kekurangan itu, Allah mengistimewakan pendengarannya dengan mampu mendengar Al-Qurāan secara jelas.
Setiap santri yang menyetor atau membaca Al-Qurāan kepadanya, ia mampu memperbaiki dan membenarkan kesalahan yang dilakukan oleh sang murid dengan melihat gerak lisannya.
Sebagian riwayat menceritakan bahwa kekurangan yang dimiliki Imam Qalun ini ada sejak lahir, namun ada pula yang menyatakan bahwa karena faktor usia. Walhasil, bagaimana pun keadaannya, ia adalah kekasih Allah yang diberikan keistimewaan atas ketulusan dan keluasan ilmunya.
Para Murid Imam Qalun
Setelah guru sekaligus bapak tirinya wafat, Imam Qalun melanjutkan estafet pengajaran Al-Qurāan dan qiraāatnya di Madinah sehingga banyak yang membaca dan belajar kepadanya, baik dari dalam Madinah maupun dari luar Madinah.
Namun dari sekian banyak murid yang membaca dan belajar kepadanya ada beberapa yang paling terkenal, salah satunya adalah Imam Abu Nasyith dan Ahmad Al-Hulwani.
Perlu diketahui bahwa dalam disiplin ilmu qiraāat, ada beberapa istilah dalam pemetaan transmisi jalur sanad.
Secara hirarki transmisi sanad, Imam Nafiā disebut sebagai Imam Qiraāat (qiraāat Nafiā), sedangkan Imam Qalun disebut sebagai perawi (riwayat Qalun). Sementara Imam Abu Nasyith dan Ahmad Al-Hulwani disebut sebagai thariq (perawi dari perawi).
- Imam Abi Nasyith Imam Abu Nasyith bernama lengkap Muhammad bin Harun. Ia bergelar Al-Hafidz dan Al-Muqriā. Di kalangan ulama hadits ia dikenal dengan predikat ātsiqahā.
Ia lahir pada tahun sekitar 180-an H dan wafat pada tahun 258 H.
Jalur periwayatan yang dinukil dari Abu Nasyit ini termaktub dalam kitab āHirz Amani wa Wajhut Tahaniā atau yang lebih dikenal dengan āAs-Syatibiyahā karya Imam Abil Qasim bin Firruh, terkenal dengan sebutan Imam Syatibi. Jalur periwayatan ini dalam dunia ilmu qiraāat disebut dengan āQiraāat Sughraā.
- Imam Al-Hulwani Imam Al-Hulwani nama lengkapnya adalah Ahmad bin Yazid Al-Hulwani. Ia merupakan salah satu qariā yang banyak melakukan perjalanan jauh dan mengabdi untuk Al-Qurāan, membaca dan mengajarkannya di Kota Rai. Ia wafat pada tahun 250 H. Jalur periwayatan yang dinukil dari Imam Al-Hulwani terhimpun dalam kitab āAl-Nasyr fil Qiraāatil Asyrā karya Imam Al-Jazari. Jalur periwatan ini dalam dunia ilmu qiraāat disebut dengan āQiraāat Kubraā.
Imam Qalun dengan pengabdiannya yang tidak ternilai sehingga melahirkan generasi yang bermanfaat kepada seluruh umat, karya-karyanya utuh dan sempurna, yaitu generasi yang melanjutkan estafet bacaannya hingga sampai kepada kita.
Setelah pengabdiannya berkhidmah kepada Al-Qurāan yang cukup lama, ia dipanggil ke hadirat-Nya pada tahun 220 H pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun.
Semoga Allah menganugerahkan aliran berkah ilmunya sampai kepada kita. Amin. Wallahu aālam bis shawab.
(Tulisan disadur dari Kitab āTarikhul Qurraā Al-Asyrah war Ruwatuhumā karya Syekh Abdul Fattah Al-Qadhi, halaman 13, dan Kitab āSiyar āAālamin Nubalaā, halaman 403, dan Kitab āMakrifatul Qurraā Al-Kibar āalat Thabaqat wal Aāsharā karya Imam Ad-Dzahabi halaman 93, dan dari hasil talaqqi kepada guru).
Mohammad Fathurrozi, Dosen Ilmu Al-Quran di Jawa Timur